15/08/2025

OtomotifNews.com

Media Otomotif Indonesia

Home » Degradasi Ban di Grand Prix Spanyol 2025 Bikin F1 Barcelona Lebih Seru

Degradasi Ban di Grand Prix Spanyol 2025 Bikin F1 Barcelona Lebih Seru

OtomotifNews.com – Sirkuit de Barcelona-, Grand Prix Spanyol — dahulu dikenal sebagai simbol balapan monoton nan membosankan — kini berubah menjadi medan tempur strategi dan drama degradasi ban yang menggigit. Grand Prix Spanyol 2025 menghadirkan kompleksitas teknis yang patut dikupas tuntas, dari perubahan regulasi aerodinamika hingga kompromi ekstrem antara grip dan keausan ban.

Barcelona Bukan Lagi Uji Coba: Balapan Jadi Lebih Sulit Diprediksi

Sejak tak lagi digunakan sebagai lokasi tes pramusim, tim-tim Formula 1 kini datang ke Barcelona dengan data yang lebih terbatas dari biasanya. Sirkuit yang dahulu terasa seperti “halaman belakang” kini menjadi ladang teka-teki bagi insinyur dan pembalap.

Meski para pembalap bisa melibas lintasan ini seperti sambil merem, tim-tim tak lagi punya kemewahan data rinci tentang penggunaan ban. Hal ini menciptakan elemen ketidakpastian baru yang menggoda: kapan ban akan kehilangan daya cengkeram? Strategi dua atau tiga pit stop? Semua masih teka-teki.

Sayap Lentur Dilarang: Efeknya ke Strategi Balap

Musim ini, FIA mulai menindak sayap depan fleksibel (aero-elastic wings) dengan tes beban statis yang lebih ketat. Sayap jenis ini sempat menjadi senjata rahasia tim-tim papan atas untuk meredam oversteer hingga understeer di tengah tikungan. Meskipun keuntungan kecepatannya kecil, efeknya terhadap stabilitas mobil dan degradasi ban sangat signifikan.

Kini, dengan larangan tersebut, banyak tim merespons dengan… diam saja. Menurut Mario Isola dari Pirelli, meskipun beban menikung lebih tinggi, lap pole position malah lebih lambat 0,2 detik dibanding tahun lalu.

Baca Juga !!!  AutoDay Show 2021 : Persiapan Sudah Matang Tinggal Menghitung Hari

“Lebih banyak beban tapi tidak berujung pada peningkatan performa,” kata Isola. “Kalau Anda pikirkan baik-baik, Anda akan paham maksud saya.”

Ban Keras C1 Tak Memberikan Harapan

Permukaan kasar Sirkuit Barcelona, dikombinasikan dengan variasi kecepatan tikungan dan dua zona DRS, menjadikannya mimpi buruk bagi ban. Meskipun Pirelli biasanya memilih kompon lebih lunak tahun ini, di Barcelona mereka tetap menggunakan tiga kompon terkeras: C1, C2, dan C3.

Namun sayangnya, C1 malah tidak memberikan grip yang cukup. Akibatnya mobil-mobil selip dan menyebabkan degradasi dini. Bahkan insinyur Pirelli, Simone Berra, menyebut keseimbangan mobil di atas ban C1 “terputus”, dengan understeer di kecepatan rendah dan oversteer di kecepatan tinggi. Sebuah dilema yang membuat C1 hampir tidak layak digunakan.

Karena alasan ini, tim-tim besar lebih fokus pada kompon C2 dan C3. Keduanya menunjukkan performa mirip dalam hal pace, meskipun C3 punya grip lebih baik dengan degradasi lebih tinggi. Sementara C2 lebih konsisten tapi sedikit lebih lambat. Hasilnya? Kedua kompon ini jadi pilihan utama untuk strategi dua pit stop.

Strategi: Dua atau Tiga Pit Stop? Semua Tergantung

Tahun lalu, hampir semua pembalap melakukan dua kali pit stop — kecuali Yuki Tsunoda dan Sergio Perez yang mencoba tiga. Strategi yang paling populer adalah soft-medium-soft, dengan pit stop pertama terjadi antara lap 13 hingga 17.

Namun tahun ini, stok ban soft baru sangat terbatas. Mayoritas pembalap hanya memiliki satu set baru dan kemungkinan besar akan menggunakannya di stint pembuka. Kenapa? Karena posisi di lintasan sangat penting di Barcelona. Siapa yang start lebih baik akan punya kendali balapan.

Baca Juga !!!  Aldi Satya Mahendra Turut Meramaikan Penentuan Juara Umum di Yamaha Sunday Race 2024 Mandalika

Apakah akan ada strategi kejutan seperti tahun lalu saat George Russell menyelinap dari P4 dan langsung memimpin di tikungan pertama? Kemungkinannya tetap terbuka. Apalagi Verstappen dan Russell kembali mengisi baris kedua, siap mengambil keuntungan jika Norris dan Piastri saling mengganggu di depan.

Sementara itu, Charles Leclerc mungkin akan menjadi kartu liar. Memulai balapan dari posisi ke-7 dan hanya memiliki ban medium baru, dia bisa menggunakan strategi berbeda — mungkin medium-medium-soft atau medium-soft-hard — tergantung bagaimana kondisi trek berkembang.

Evolusi Trek Bisa Ubah SegalanyaSatu aspek penting dari Barcelona adalah evolusi trek yang pesat. Semakin banyak mobil melintas, semakin banyak karet tertempel di aspal, dan grip meningkat tajam. Hal ini membuat ban keras (C1) yang tadinya tak berguna, bisa saja menjadi opsi di akhir balapan.

Menurut Isola:“Di atas kertas, jika saya hanya punya satu set C1, satu C2, dan soft terdegradasi lebih cepat dari yang diperkirakan, idealnya kita lakukan soft-hard-medium. Karena beban bahan bakar paling tinggi di pertengahan balapan, jadi medium disimpan untuk akhir. Tapi saya dengar juga beberapa tim mempertimbangkan soft-medium-hard karena percaya bahwa di akhir balapan, saat grip meningkat, C1 jadi lebih bersahabat.”

Pertanyaannya: siapa yang benar? Tak ada yang tahu. Tapi di situlah dramanya.

Kemungkinan Hujan Hampir Mustahil, Tapi Pernah Terjadi

Hujan? Jangan terlalu berharap. Jetstream harus melakukan manuver ekstrem kalau cuaca ingin berubah. Barcelona dikenal dengan cuaca hangat dan cerah sejak balapan dipindahkan ke kalender musim semi.

Namun bukan berarti hujan tak pernah turun di sini. GP Spanyol 1996 menjadi saksi balapan basah penuh drama, saat Michael Schumacher menaklukkan lintasan basah dan meraih kemenangan legendaris dengan selisih 45 detik. Sayangnya, kita mungkin harus menunggu 30 tahun lagi untuk melihat hujan seperti itu di Catalunya.

Baca Juga !!!  Dari Asia Talent Cup Hingga Barista Rider Ini Optimis Jalani Hidup

Grand Prix Spanyol Bukan Lagi Rutinitas Membosankan

Barcelona bukan lagi soal siapa yang paling cepat, tapi siapa yang paling cerdas membaca degradasi ban, evolusi trek, dan perubahan strategi. Larangan sayap lentur, ban keras yang “mati gaya”, dan tekanan pada ban depan kiri menjadikan GP Spanyol 2025 sebagai ujian strategi paling menantang musim ini.

Semua tim punya teka-teki yang sama, tapi siapa yang akan menjawabnya paling tepat?

Penulis, Dendi Rustandi

Share this: